Kasmarni Tolak Jadi Saksi Gratifikasi Amril Mukminin, Ini Alasannya

PEKANBARU, MORALRIAU.COM  Kasmarni mengundurkan diri sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi yang diterima Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin, sebesar Rp23,6 miliar, Kamis (27/8/2020). Alasannya, Amril Mukminin yang jadi terdakwa adalah suami Kasmarni.

Pengunduran diri disampaikan Kasmarni secara virtual saat persidangan Amril Mukminin di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang dipimpin Lilin Herlina. Ketika sidang, Kasmarni berada di Bengkalis.

“Izin yang mulia, saya mengundurkan diri sebagai saksi. Permohonan pengunduran diri sebagai saksi dalam perkara suami saya sehubungan panggilan KPK tertanggal 25 Agustus 2020 untuk persidangan sebagai saksi,” kata Kasmarni, seperti dikutip dari cakaplah.

Atas permohonan itu, majelis hakim berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Takdir Suhan, dan kawan-kawan. JPU menyatakan tidak keberatan atas pengunduran diri Kasmarni.

Pengunduran diri istri dan keluarga terdakwa memang diatur dalam Undang-undang. Jika tetap jadi saksi akan membela terdakwa di persidangan.

JPU, Takdir Suhan, yang dikonfirmasi usai sidang menyebutkan, di BAP, Kasmarni memang disebutkan sebagai istri terdakwa. Namun, JPU mengusulkan kepada majelis hakim karena penilaian ada di majelis hakim.

“Memang ada diketentuan Pasal 168 huruf C KUHAP dan Pasal 35 ayat 1 Undang- undang 31 Tahun 1999 terkait kedekatan hubungan keluarga. Beliau (Kasmarni) ini kan inti. Bisa diasumsikan nantinya akan membela dan majelis pun sepakat untuk tidak jadi saksi,” tutur Takdir.

Meski Kasmarni tidak jadi saksi tapi JPU sudah mempunyai alat bukti untuk meyakinkan majelis hakim tentang adanya gratifikasi yang diterima Amril Mukminin dari dua pengusaha perkebunan sawit.

“Bagi kami alat bukti yang dimiliki oleh tim JPU dalam pembuktian kasus ini sudah banyak. Baik saksi-saksi dan alat bukti dokumen sudah banyak jadi tidak mengurangi pembuktian JPU,” jelas Suhan.

Ditambahkan Suhan, pengunduran diri Kasmarni sebagai saksi baru didapatkan JPU di persidangan. Sebelumnya penasehat hukum Amril juga sudah menyampaikan ke JPU.

“Sebelum sidang sudah disampaikan oleh perwakilan tim PH terdakwa. Cuma kami tegaskan lagi, bagaimana pun sepenuhnya menjadi kewenangan hakim. Sesuai ketentuan ada hak untuk tidak menjadi saksi,” tutur Suhan.

Dalam surat dakwan kedua yang dibacakan JPU KPK, Tonny Frengky terungkap bahwa terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari kedua pengusaha sawit itu.

Uang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200.

Disebutkan, pada 2013, ketika Amril Mukminin menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, Jonny Tjoa meminta bantuan Amril untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

“Jonny Tjoa memberikan kompensasi sebesar Rp5 per kilogram Tandan Buah Segar (TBS) dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik,” kata Tonny.

Terhitung sejak Juli 2013 telah dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni. Pemberian itu berlanjut setelah Amril Mukminin dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada Februari 2016. Seluruh uang yang diterima dari Jhonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650.

Sementara, Adyanto memberi uang kepada Amril pada 2014. Ketika itu, dia meminta bantuan Amri Mukminin untuk mengamankan kelancaran operasional pabrik PT Sawit Anugrah Sejahtera di Desa Balairaja, Kabupaten Bengkalis.

Atas bantuan tersebut, Aryanto juga memberikan kompensasi berupa uang kepada Amril Mukminin dari persentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni.

Setelah Amril Mukminin dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada Februari 2016, Adyanto meneruskan pemberian. Seluruh uang yang diterima dari Adyanto Rp10.907.412.755.

Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan oleh Amril kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis periode masa jabatan tahun 2014 -2019 dan selaku Bupati Bengkalis periode masa jabatan tahun 2016-2021.

“Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” pungkas JPU.

Komentar