Bupati Kuansing Nonaktif Divonis 5,7 Tahun Penjara

PEKANBARU, MORALRIAU.COM – Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif Andi Putra divonis 5,7 tahun penjara. Andi terbukti menerima suap pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit PT Adimulia Agrolestari (PT AA) sebesar Rp500 juta.

Vonis dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai, Dr Dahlan, Rabu (27/7/2022). Andi mengikuti melalui video teleconference dari Rutan Kelas I Pekanbaru.

Hakim menyatakan politisi Partai Golongan Karya itu terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUHPidana.

“Menyatakan terdakwa Andi Putra terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif. Menjatuhkan hukuman pidana penjara 5 tahun 7 bulan,” kata Dahlan.

Majelis hakim juga menghukumi putra dari mantan Bupati Kuansing Sukarmis itu membayar denda Rp200 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

Berikutnya, hakim menetapkan masa penahanan Andi Putra, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Dalam hal ini, terdakwa tetap ditahan.

Dalam amar putusannya, ada sejumlah barang bukti yang dikembalikan kepada terdakwa Andi Putra. Namun terlampir dalam berkas perkara, dikembalikan kepada PT AA, dirampas untuk negara, dan dikembalikan kepada yang berhak.

Dalam pertimbangannya, hakim tak sependapat soal uang Rp500 juta yang diterima Andi Putra dan sempat diakui sebagai pinjaman. Hakim menyatakan uang itu adalah hadiah atau janji dari PT AA yang diberikan kepada Andi Putra. Tujuannya agar Andi Putra memberikan rekomendasi persetujuan kebun plasma.

Majelis hakim juga tidak sependapat dengan ahli yang dihadirkan pihak Andi Putra dan juga menolak pembelaan dari penasihat hukum terdakwa.

Andi Putra oleh majelis hakim tidak dibebankan membayar kerugian keuangan negara. Hakim berpendapat, perbuatan Andi Putra tak menyebabkan kerugian keuangan negara.

Beda dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Andi Putra tidak dihukum pidana tambahan, berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

Atas putusan ini, terdakwa bersama tim penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir selama 7 hari ke depan untuk menentukan sikap. Apakah akan mengajukan upaya hukum banding atau tidak.

Begitu pun dengan JPU KPK. Mereka juga menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan ini.

Sebelumnya, Andi Putra dituntut hukuman 8,5 tahun kurungan penjara oleh JPU KPK. JPU berpendapat, Andi Putra terbukti menerima uang sebesar Rp500 juta dari PT AA untuk kepentingan pengurusan perpanjangan HGU lahan sawit PT Adimulia Agrolestari.

Tak hanya itu, JPU KPK juga menuntut terdakwa agar membayar denda Rp400 juta, dengan subsider atau kurungan pengganti 6 bulan. Andi Putra juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta.

“Satu bulan setelah putusan inkrah, Harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk mengganti uang pengganti. Jika tidak mencukupi diganti dengan pidana pengganti kurungan penjara 1 tahun,” tutur JPU.

JPU KPK turut meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana.

Untuk hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara hal meringankan, terdakwa punya tanggungan keluarga, bersikap sopan dan baik di persidangan, dan belum pernah dihukum.

Dugaan suap dari PT AA lewat General Managernya, Sudarso kepada Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, terjadi sekitar medio September-Oktober 2021 lalu. Berawal ketika itu, izin HGU kebun sawit PT AA akan berakhir tahun 2024 mendatang.

Ada tiga sertifikat PT AA yang akan berakhir. Tiga sertifikat itu berada di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir.

Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemilik (beneficial owner) meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangannya. Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT AA.

Sudarso yang sudah lama mengenal Andi Putra sejak masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, lalu melakukan pendekatan. Dari pertemuan antara terdakwa dengan Andi Putra, disepakati Bupati Kuansing itu akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan.

Namun syaratnya, PT AA diminta memberikan uang kepada Andi Putra. Atas laporan Sudarso tersebut, Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar.

Masih dalam bulan September 2021, Andi Putra meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar, dalam rangka pengurusan surat rekomendasi pesetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar. Atas permintaan Andi itu, Sudarso melaporkan kepada Frank Wijaya.

Kemudian Frank Wijaya menyetujui dan menyepakati untuk memberikan uang secara bertahap. Saat itu Frank menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp500 juta.

Selanjutnya, pada tanggal 27 September 2021 Sudarso meminta Syahlevi Andra membawa uang Rp500 juta yang telah disiapkan ke rumahnya di Jalan Kartama Gang Nurmalis No 2 RT.002 RW 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Sudarso melalui Syahlevi memberikan uang tersebut kepada Andi Putra melalui supirnya Deli Iswanto.

Lalu, pada tanggal 18 Oktober 2021, Sudarso meminta Syahlevi selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp250 juta sebagaimana permintaan Andi Putra. Ketika itu, Andi Putra meminta Sudarso mengantarkan uang itu ke rumahnya di Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.

Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika berangkat menuju ke rumah Andi Putra, dengan menggunakan mobil Toyota Hilux warna putih dengan Nopol BK 8900 AAL. Namun setelah pertemuan dengan Andi Putra itu, Sudarso ditangkap oleh tim KPK.

Karena Sudarso diamankan oleh tim KPK, selanjutnya Frank Wijaya memerintahkan Syahlevi untuk menyetorkan kembali uang untuk Andi Putra sebesar Rp250 juta itu, ke rekening PT AA.

Selain Andi Putra, KPK juga menjerat Sudarso menjadi pesakitan dalam perkara ini, selaku orang yang memberi suap. Ia sudah lebih dulu menjalani proses persidangan dan divonis. Kini Sudarso sedang menjalani masa hukumannya. Sumber cakaplah (*)

Komentar