Aturan Napi Lansia di Tengah Tarik Ulur Pembebasan Ba’asyir

JAKARTA, MORALRIAU.COM- Rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Ustaz Abu Bakar Ba’asyir dengan pertimbangan kemanusiaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih dikaji ulang oleh pemerintah. Di tengah tarik ulur pembebasan Ba’asyir itu Menkum HAM Yasonna H Laoly meneken peraturan menteri (Permen) napi lanjut usia (lansia).

Faktor usia memang menjadi salah satu pertimbangan pemerintah untuk membebaskan Ba’asyir. Permen napi lansia itu sendiri mengatur soal perlakuan terhadap napi lansia termasuk ketentuan lainnya.

“Saya baru saja menandatangani Permen yang berkaitan dengan usia lansia prisoners dan kita buat sebenarnya dengan mengundang beberapa negara pada waktu lalu,” ujar Laoly kepada wartawan di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (22/1/2019).

Laoly mencontohkan, pelaksanaan dari Permen ini salah satunya rencana penempatan napi di lapas khusus.

“Inginnya kita dibuat Lapas khusus lansia, inginnya kayak ada sekarang, kita tetapkan satu di Serang, memang kita beri perhatian. Ada ketentuan-ketentuan hukum lainnya untuk jenis-jenis pidana tertentu khususnya extraordinary crimes yang harus kita penuhi,” sambungnya.

Tapi Laoly tak menjelaskan lugas soal ada tidaknya kaitan Permen ini dengan posisi rencana pembebasan bersyarat Abu Bakar Ba’asyir. Penjelasan soal Permen napi lansia menjawab pertanyaan soal ada-tidaknya ketentuan khusus terkait napi lansia dalam wawancara terkait Ba’asyir.

Sebetulnya, Ba’asyir sudah bisa mengambil pembebasan bersyarat sejak 13 Desember 2018. Sebab, masa pidana penjara narapidana kasus terorisme itu sudah dijalani dua pertiga masa hukuman. Namun aspek lain terkait ketentuan pembebasan bersyarat masih dalam kajian bersama BNPT, Polri, Kemlu, dan Kemenko Polhukam.

Pemerintah masih mengkaji aspek pertimbangan pembebasan bersyarat Abu Bakar Ba’asyir. Ikrar kepada NKRI menjadi persyaratan yang wajib dipenuhi.

“Kami masih melakukan kajian yang mendalam dari berbagai aspek tentang hal ini, hukum dan juga secara ideologi seperti apa konsep NKRI-nya, keamanannya dan lain-lain. Itu yang sekarang sedang digodok dan sedang kita bahas secara mendalam bersama kementerian yang lain,” ujar Menkum HAM Yasonna H Laoly kepada wartawan kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (22/1).

Pengacara Ba’asyir, Mahendradatta menganggap bukti elektronik bisa menggantikan tanda tangan di surat ikrar setia NKRI.

“Kami merasa bukti surat dengan bukti elektronik setara. Kemudian kalau Ustaz tidak mau repot tanda tangan apa pun, kan sudah diadakan interview antara petugas lapas dan Ustaz, silakan saja direkam audio visual dan dikaji. Tanpa perlu tanda tangan yang artinya bukti surat. Itu kan syarat formal juga,” kata pengacara Ba’asyir, Mahendradatta, lewat keterangan tertulis, Rabu (23/1).

Presiden Joko Widodo mengatakan pernyataan setia kepada NKRI itu adalah hal yang mendasar bagi seorang WNI. Karena bebas lewat mekanisme pembebasan bersyarat, pemenuhan syarat mesti dilakukan bagi seorang narapidana.

Terkait hal itu, Mahendradatta mengatakan tanda tangan pada surat ikrar setia NKRI belum bisa menjadi jaminan. Mahendradatta mengatakan Ba’asyir tidak merasa melakukan pelanggaran hukum.

“Apakah dijamin kalau tanda tangan surat kesetiaan terus pasti setia? Dan lagi, siapa sih narasumber yang raise up (angkat) masalah surat pernyataan ini?” tuturnya.

“Tidak mau menandatangani segala dokumen, terutama pernyataan tidak akan melakukan pelanggaran hukum lagi. Nah sampai mati pun Ustaz mengatakan tidak merasa, apalagi mengaku, telah melakukan pelanggaran hukum. Kalau dia sekarang dipidana, ya karena kan dipaksa dikenakan tuduhan itu,” imbuh Mahendradatta.

 

 

Sumber detikcom

Komentar