Tepis Pemakzulan, Demokrat Dukung Jokowi Teken Perppu KPK

JAKARTA, MORALRIAU.COM – Partai Demokrat menyatakan bakal mendukung Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait UU Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).

Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Bidang Hukum Didi Irawadi Syamsudin mengklaim prinsip partainya selama ini mendukung penegakan hukum pemberantasan korupsi. Dan ia memandang, UU KPK yang baru disahkan tersebut memuat pasal-pasal bermasalah.

Salah satu yang secara tegas ditolak Demokrat adalah pasal mengenai Dewan Pengawas KPK.

“Ini Dewan Pengawas kalau kewenangannya melampaui komisioner, apa jadinya? Ini jadi masalah. Dewan pengawas akan diangkat oleh presiden, dari unsur pemerintah. Ini jelas bisa bias ya dan bisa kebablasan. Timbul abuse of power,” kata Didi dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (5/10).

Didi menegaskan Demokrat bakal mendukung langkah Jokowi menerbitkan Perppu KPK sepanjang isinya tak melemahkan pemberantasan korupsi.

“Kita lihat dulu isinya apa? Apa yang mau diperbaiki. Kalau isinya sesuai dengan aspirasi masyarakat, para orang yang punya integritas, pakar hukum yang punya integritas maka kami setuju,” tambah dia.

Lebih lanjut ia menyinggung sejumlah pihak yang menyebut risiko pemakzulan jika Jokowi berkeras menerbitkan Perppu KPK. Didi menilai ancaman itu mustahil terwujud.

“Saya kira itu kejauhan. Siapapun yang bicara itu, jelas kejauhan. Kalau pemakzulan itu 3/4 anggota dewan harus hadir di forum MPR. Lalu harus disetujui 2/3 di antaranya. Saya enggak yakin lah kalau ini bisa dimakzulkan, jauh lah,” terang dia lagi.

Polemik penerbitan Perppu KPK ini menurut Didi tak perlu diperpanjang. Sebab masih banyak permasalahan lain yang menunggu untuk diselesaikan, seperti konflik di Wamena dan problem BPJS Kesehatan.

Senada, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati berpendapat pelbagai problem dalam UU KPK yang baru disahkan menjadi alasan mendasar mengapa Perppu pembatalan harus ada.

“Batalkan saja dulu revisi itu, lalu memulai semua prosesnya dari awal. Mulai dari akademisi-akademisi yang menolak itu diundang, masyarakat diundang, mahasiswa diundang. Dan KPK harus dilibatkan,” ujar Asfinawati.

“Dalam pembahasan undang-undang yang lain kan institusi terkait itu dilibatkan. Nah ini [revisi UU KPK] tidak pernah [melibatkan KPK]. Jadi memang ada cacat formil,” kata dia lagi.

 

 

Sumber cnnindonesia

Komentar