Pentingnya Berdoa, Memohon Perlindungan Allah dari Kematian yang Mengerikan

MORALRIAU.COM – Kecelakaan yang menimpa salah satu pesawat Sriwijaya Air sehingga menewaskan seluruh penumpangnya memberi pelajaran bagi kita untuk lebih meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala.

Tatkala bayang-bayang musibah datang silih berganti, Rasulullah SAW telah memberi contoh pentingnya berdoa, memohon perlindungan kepada Allah dari kematian yang mengerikan, di dalamnya adalah kecelakaan jatuh dari pesawat terbang.

Dengan doa , hati menjadi tentram, menyandarkan segala harapan kepada Yang Maha mengabulkan, sekaligus memupus rasa takut dan was-was dari setan.

عَنْ أَبِي الْيَسَرِ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي ، وَالْهَدْمِ ، وَالْغَرَقِ ، وَالْحَرِيقِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا.

“Dari Abul Yasar ia berkata, ‘Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari terjatuh dari tempat yang tinggi, dari tertimpa bangunan (termasuk terkena benturan keras dan tertimbun tanah longsor), dari tenggelam, dan dari terbakar. Aku juga berlindung kepada-Mu dari campur tangan setan ketika akan meninggal. Aku juga berlindung kepada-Mu dari meninggal dalam keadaan lari dari medan perang. Aku juga berlindung kepada-Mu dari meninggal karena tersengat hewan beracun’” (HR. al-Nasa’i no. 5531, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani).

Kematian dalam kondisi tersebut sangat keras dan melelahkan. Boleh jadi seseorang ketika mengalami hal itu imannya tidak kokoh, sehingga setan mampu menggelincirkannya dari iman.

Sementara itu, manusia adalah makhluk yang lemah, mudah putus asa, sehingga selayaknya memohon agar diberikan kemudahan, lebih-lebih pada kondisi ketika akan meninggal.

Mati Syahid
Di sisi lain, Rasulullah juga mengabarkan bahwa mati karena tenggelam, terbakar, dan tertimpa bangunan akan mengantarkan seseorang meraih status syahid di akhirat . Rasulullah SAW mengabarkan ada tujuh golongan syuhada selain yang mati di medan perang.

قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللهِ : الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ

“Mati syahid selain yang terbunuh di jalan Allah, ada tujuh, mati karena penyakit tha’un (lepra) syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit di dalam perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa bangunan (benturan keras) syahid, dan wanita yang mati karena mengandung (atau melahirkan) syahid” (HR. Abu Dawud no 3111, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani).

وعنده من حديث ابن مسعود بإسناد صحيح “أن من يتردى من رءوس الجبال وتأكله السباع ويغرق في البحار لشهيد عند الله”

Demikian juga Ibnu Hajar rahimahullah menukikan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Thabrani dari hadis Ibnu Mas’ud bahwa orang yang mati karena terjatuh dari puncak gunung dan mati karena dimakan binatang buas termasuk syahid di sisi Allah (Fathul Bari, Bab al-Syahadah Sab’un Siwal Qatl).

Berikut penjelasan Ibnu At-Tiin rahimahullah yang dinukil oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari tentang sebab orang-orang yang mati karena musibah di atas mendapat gelar syahid di akhirat, tidak lain karena meninggalnya dalam keadaan yang sangat berat.

قَالَ اِبْن التِّين : هَذِهِ كُلّهَا مِيتَات فِيهَا شِدَّة تَفَضَّلَ اللَّه عَلَى أُمَّة مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنْ جَعَلَهَا تَمْحِيصًا لِذُنُوبِهِمْ وَزِيَادَة فِي أُجُورهمْ يُبَلِّغهُمْ بِهَا مَرَاتِب الشُّهَدَاء

“Ibnu At-Tiin berkata, ‘Semua yang tertimpa musibah ini merasakan sakit kematian yang keras, Allah karuniakan itu kepada umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penghapus dosa-dosa dan tambahan pahala bagi mereka yang mengantarkan mereka mencapai derajat para syuhada’” (Bab al-Syahadah Sab’un Siwal Qatl).

Kematian dalam kondisi tersebut biasanya datang mendadak. Boleh jadi seseorang pada saat itu terjadi padanya belum bertobat. Boleh jadi juga saat itu mereka belum melunasi hutang, juga belum berwasiat kepada orang yang berhak mendapatkan wasiat, dan orang-orang terdekatnya, sehingga hak-hak orang lain belum ia tunaikan.

Padahal setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat terkait hak orang lain yang belum ia kembalikan kepada pemiliknya, meskipun ia orang yang mati syahid.

Demikian Sang Nabi telah mewanti-wanti umatnya,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

“Orang yang mati syahid akan diampuni seluruh dosanya, kecuali hutang” (HR. Muslim no. 1886).

Para ulama, di antaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa Al-Kubra, mengecualikan bagi orang yang bepergian naik kapal dalam kondisi sedang bermaksiat lalu tenggelam, tidak termasuk yang mendapatkan kesyahidan.

Demikian juga pendapat Syaikh Shalih al-Munajjid hafizhahullah tentang orang yang bepergian untuk melakukan maksiat, seperti orang yang naik kapal untuk berzina dan minum khamr, dan yang semisalnya lalu tenggelam, maka ia tidak mendapatkan kesyahidan.

Jadi, meskipun meninggal karena tenggelam, terjatuh dari tempat yang tinggi, terbakar, tertimpa benda keras, dan semisalnya itu mengantarkan seseorang meraih syahid di akhirat, akan tetapi banyak nash-nash yang menganjurkan kita untuk berlindung dari kematian yang mengerikan tersebut.

Apabila seorang mukmin meninggal dalam keadaan tersebut dan tidak sedang bermaksiat, maka ia memperoleh kesyahidan. Akan tetapi ia tidak boleh berharap mati yang demikian, justru sebaliknya ia memohon kepada Allah Ta’ala agar terhindar darinya sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. (sindonews)

Komentar