Membungkam Suara Rakyat

JAKARTA, MORALRIAU.COM – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan, pihaknya membentuk tim hukum nasional. Peran tim hukum ini untuk mengkaji pemikiran dan tindakan tokoh yang dinilai melanggar hukum.

Wiranto mengatakan, tim hukum khusus ini merupakan kesimpulan dari rapat koordinasi terbatas di kantornya, Senin, 6 Mei 2019. Ia mengklaim sudah berkomunikasi dengan pakar hukum tata negara terkait pembentukan tim ini.

“Dan, tim ini lengkap, dari para pakar hukum tata negara, para profesor, doktor berbagai universitas sudah saya undang. Sudah saya ajak bicara,” kata Wiranto.

Tujuan pembentukan tim ini menurutnya karena tak bisa membiarkan potensi ancaman terhadap pemerintahan yang masih sah. Ia pun menyebut ancaman itu seperti hujatan dan cercaan terhadap Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara yang masih berlaku hingga Oktober 2019.

“Kita akan melaksanakan sanksi itu. Siapapun kita katakan. Apa mantan tokoh, mantan jenderal, tidak ada masalah. Tatkala dia melanggar hukum maka harus kita tindak dengan tegas,” ujar eks Panglima ABRI itu.

Pernyataan Wiranto ini jadi sorotan. Ucapan purnawirawan Jenderal TNI yang mewakili pemerintah itu dinilai tak tepat. Selain dianggap membatasi kebebasan berpendapat, pemerintah tak peka karena menyampaikan isu di tengah momen politik yang sedang panas.

“Pada era demokrasi tidak boleh ada tindakan yang bernuansa otoritarianisme sekalipun dengan menggunakan hukum,” kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar kepada VIVA, Selasa, 7 Mei 2019.

Fickar mengkritisi bila benar tim pengkaji ini dibentuk pemerintah maka jangan sampai menjadi kebijakan yang tak produktif. Apalagi jika dipakai hanya untuk kepentingan membungkam pihak oposisi dan tokoh yang kritis terhadap pemerintah.

“Hukum tidak boleh menjadi alat represif bagi oposisi atau bagi tokoh-tokoh masyarakat dalam berekspresi,” jelas Fickar.

Pihak oposisi geram dan mengecam rencana Wiranto. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyindir pemerintah terkesan seenaknya bicara tanpa memahami konstitusi. Apalagi wacana kemunculan tim khusus pengkaji ini yang mesti diatur dalam aturan UU.

“Ya, Wiranto mungkin harus mengubah dulu konstitusi kita, UUD 1945. Itu adalah hak setiap warga negara menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan,” ujar Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2019.

Fadli mengaitkan pernyataan Wiranto ini karena menyangkut dugaan banyak kecurangan masif di Pemilu 2019. Menurutnya, menyuarakan kecurangan ini sebenarnya memperjuangkan kebenaran dan tak ada masalah.

Ia mengingatkan, suara rakyat yang mengkritik pemerintah jangan sampai dibungkam. Fadli menegaskan pemerintah sebagai pengelola negara mesti merujuk dengan pemikiran dan pertimbangan yang jelas.

“Rezim ini bisa dianggap sebagai rezim yang represif dan otoritarian tapi yang amatiran. Karena itu asal jeplak saja,” kata Wakil Ketua DPR tersebut.

Wacana Mentah

Pernyataan heboh Wiranto coba diredam pemerintah. Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan maksud ucapan pendiri Partai Hanura itu adalah bagi pihak siapa saja yang melanggar hukum.

JK mengatakan, Wiranto menyampaikan itu karena saat ini merupakan era teknologi dengan pesatnya perkembangan media sosial. “Itu tidak semua orang yang mengkritik kena hukum, tidak. Kalau melanggar hukum harus mendapatkan ganjaran hukum,” ujar JK di Istana Wapres, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2019.

Terkait aturan tambahan untuk tim khusus versi Wiranto, JK menjawab santai. Ia menekankan tak perlu ada aturan hukum baru untuk mengatur hal tersebut. Aturan hukum yang ada dinilainya sudah cukup mengakomodir.

“Enggak ada. Kan sudah ada aturan-aturan. (Contoh) Aturan tentang media Anda semua, kebebasan pers juga dibaca ada batasannya,” tutur JK.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, I Gede Panca Astawa mengatakan, memang ada pertemuan antara sejumlah akademisi dengan Menko Polhukam Wiranto pada Sabtu, 4 Mei 2019. Namun, Gede tak paham soal pembentukan tim khusus yang dijelaskan Wiranto.

“Saya sendiri tidak tahu. Tergantung urgensinya, situasinya nanti. Tapi, dugaan saya secepat mungkin, tergantung Pak Menko-nya,” kata I Gede dalam keterangannya, Selasa, 7 Mei 2019.

Dia menekankan pembentukan tim khusus ini nanti hanya berperan memberikan masukan positif kepada Wiranto. Masukan ini terkait kemungkinan antisipasi aksi yang tak diinginkan usai pengumuman KPU, 22 Mei 2019. Ia menduga kemungkinan tim ini bisa saja dibentuk usai penetapan KPU.

“Pembentukan nanti pascatanggal 22 Mei. (Produknya) yang jelas bisa jadi satu kebijakan. Artinya tim hukum nasional ini memberikan masukan positif kepada Pak Wiranto untuk menghadapi situasi,” tutur Gede.

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis tak yakin dengan rencana pembentukan tim khusus tersebut yang dianggapnya masih mentah. Selain tak didukung aturan UU, wacana pembentukan tim ini hanya memakan waktu.

Menurut dia, urgensi adanya tim khusus kajian ini belum penting. Bila dibentuk pun, ia mempertanyakan aturan legitimasi yang menguatkan tim tersebut.

“Saya tidak yakin ini. Enggak usah diseriusin ini wacana mentah. Masak pakar hukum tata negara profesor disuruh kaji ini orang melanggar enggak? Lah, itu sudah ada instrumen, organ lembaga hukum yang mengurus,” ujar Margarito kepada VIVA, Selasa, 7 Mei 2019.

Wacana tim hukum yang disampaikan Wiranto sudah terlanjur jadi sorotan publik. Guru Besar Sosiologi Universitas Brawijaya, Darsono berharap agar pemerintah bisa lebih fokus terhadap banyak persoalan lain yang lebih penting. “Pemerintah harus bijak dan cermat dalam menyampaikan rencana kebijakan,” ujar Darsono.

 

 

Sumber viva

Komentar