LAM Riau Proses Pengembalian Gelar Adat Syarwan Hamid

PEKANBARU, MORALRIAU.COM- Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) memproses pengembalian gelar kehormatan adat yang diberikan kepada Letjen (TNI) Purn Syarwan Hamid oleh Syarwan Hamid sendiri.

Tetapi pengembalian gelar ini sama sekali tidak memengaruhi gelar kehormatan adat yang diberikan LAMR kepada Presiden RI Joko Widodo.

Demikian disampaikan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (Ketum MKA) LAMR Datuk Seri (DS) H. Alazhar kepada wartawan menanggapi pengembalian gelar kehormatan adat oleh Syarwan, Rabu (19/12/2018).

“Ya, kami sudah terima pengembalian gelar adat itu. Menerima dalam pengertian menerima Pak Syarwan mengembalikan gelar itu,” katanya.

Kepastian pengembalian gelar adat oleh Syarwan itu diterima LAMR pada hari Selasa (18/12/2018) sekitar pukul 14.00. Pengurus LAMR yang memiliki waktu untuk menyambut Syarwan adalah Wakil Sekretaris MKA LAMR Datuk Tarlaili Bandaro Mudo dan Datuk H. Khaidir Akmalmas.

Diantar oleh sekitar 50 orang warga, selain surat alasan pengembalian gelar, Syarwan juga menyerahkan bengkung dan tanjak. Jadi, ada seperangkat kelengkapan gelar adat yang belum diserahkan seperti keris, sepesalinan pakaian adat, dan warkah.

Sikap LAMR terhadap pengembalian itu secara utuh harus melalui suatu sidang di MKA sebagaimana pemberian gelar adat itu sendiri diberikan. Tidak bisa serta-merta begitu saja. Bisa saja diterima, sebaliknya bisa ditolak, bahkan memungkinkan sekali dicabut berdasarkan keinginan si penerima gelar itu sendiri.

DS Alazhar mengatakan, musyawarah MKA untuk ini memang harus dibuat karena memang belum ada aturan bagaimana menyambut pengembalian gelar. Kalau gelar adat soko, gelar tersebut akan dipangku oleh seseorang sampai ditetapkan pemegangnya yang definitif. Tapi gelar adat yang sempat disandangkan kepada Syarwan adalah gelar adat kehormatan yang sama sekali belum diatur penanganannya saat dikembalikan.

Tak Berpengaruh

DS Al azhar mengatakan, dalam suratnya, Syarwan menulis alasan pengembalian gelar itu sebagai protes terhadap pemberian gelar kehormatan adat kepada Presiden Jokowi.

Disebutkan antara lain bahwa jasa yang disebutkan sebagai alasan pemberian gelar kepada Presiden Jokowi tersebut terlalu dicari-cari.

DS Al azhar mengatakan, LAMR memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan pemberian gelar adat kehormatan yang diatur dalam AD/ ART dan ketentuan khusus untuk itu. Misalnya, ditentukan bahwa gelar kehormatan adat diberikan melalui musyawarah MKA yang sudah dilakukan. Malahan, LAMR meminta pandangan kepada LAMR kabupaten/ kota yang sebagian besar menerima pemberian gelar kehormatan adat tersebut.

“Jika ada yang tidak setuju dengan alasan LAMR, saya pikir hal itu merupakan suatu dinamika. Tentu saja LAMR menghormatinya, tetapi lembaga ini juga memiliki pemikiran dengan mekanisme yang sudah diatur di internal organisasi,” kata Al azhar.

Dengan dasar itu pulalah, apa yang sudah diiberikan kepada Presiden Joko Widodo berupa gelar adat kehormatan, tidak dapat dikutak-katik pihak di luar LAMR. (*)

Komentar