Jokowi Soroti UU ITE, DPR Minta Segera Serahkan Hasil Kajian

MORALRIAU.COM – Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry meminta Pemerintah segera menyerahkan hasil kajian tentang Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Tujuannya, perubahan UU ITE, terutama Pasal 27 yang disebut Presiden Jokowi memakan banyak korban, bisa segera dibahas bersama.

“Untuk itu saya harap hasil kajian pemerintah sebagaimana disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD untuk segera diserahkan kepada DPR,” kata Herman saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (20/3) dikutip dari Antara.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Presiden memberi perhatian pada Pasal 27 UU ITE yang selama ini banyak makan korban.

“Kita sudah mencatat, masalah itu sudah menjadi perhatian presiden juga, banyak orang jadi korban pasal 27 oleh sebab itu presiden dalam penyelesaian jangka panjang sudah memerintahkan untuk melakukan revisi jika diperlukan agar tidak ada pasal-pasal karet,” kata Mahfud, di Jakarta, Sabtu (20/3).

Kemenko Polhukam sendiri sudah membentuk tim kajian perubahan UU ITE yang terdiri dari sejumlah pejabat lintas kementerian.

Herman, yang merupakan politikus PDI-Perjuangan itu, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir UU ITE memang memicu kontroversi di masyarakat.

Terlepas dari itu, ia menyoroti soal perundangan yang jadi rujukan Pasal 27 UU ITE, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Dari kacamata Komisi III DPR, selain merevisi UU ITE seperti pasal 27 misalnya, revisi KUHP juga menjadi sesuatu yang krusial sebab konstruksi pencemaran nama baik juga diatur di KUHP,” kata Herman.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyarankan agar ada pengkajian menyeluruh terhadap UU ITE dengan melibatkan para ahli bahasa.

“Harus dibuka lagi semuanya agar benar-benar dikaji kembali UU ITE tersebut,” kata dia.

“Harus dimintakan pendapat semua ahli bahasa tentang UU tersebut agar menjadi masukan untuk direvisi secara total atas UU ITE yang memang banyak menimbulkan masalah,” lanjut politikus Partai NasDem itu.

Tak Merujuk KUHP

Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menilai muatan dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE terlalu luas dan multitafsir. Penerapannya pun justru tidak merujuk pada pasal 310-311 KUHP.

“Muatan yang terlalu luas dan multitafsir ini, tidak jarang dalam penerapannya justru tidak merujuk pada pasal 310-311 KUHP yang seharusnya hanya dapat diproses dengan aduan dari pihak korban langsung dan tidak boleh menyerang penghinaan apabila demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri,” kata dia.

Selain Pasal 27, ia menyebut Pasal 28 dan 29 UU ITE juga memunculkan keresahan di masyarakat lantaran menjadi alat kriminalisasi, saling melapor satu sama lain, dan membungkam kritik.

“Pasal 27 UU ITE juga kerap digunakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap konten jurnalistik. Pada praktiknya sangat potensial Pasal 27 ayat (3) ini juga dikhawatirkan bisa digunakan untuk membungkam suara-suara kritis,” ujarnya, yang merupakan politikus Partai Demokrat tersebut.

Didik menilai Pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait penyebaran informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Menurut dia, tafsir Pasal 28 ayat 2 itu juga sangat sangat luas dan multitafsir karena suatu kritikan bisa dianggap menghina, bahkan bisa dianggap menyebar informasi dengan tujuan menimbulkan rasa kebencian.

“Ini akan menimbulkan distorsi dalam konteks kebebasan berpendapat dan mengeluarkan kritik, yang bisa berpotensi membungkam dan memberangus demokrasi,” katanya.

Namun, menurut dia, upaya untuk terus menghadirkan ruang siber yang terbebas dari hoaks dan ujara kebencian tetap menjadi kebutuhan dasar.

“Saya juga berharap, agar pemerintah dan negara hadir untuk melakukan edukasi yang cukup terhadap masyarakat terkait literasi digital,” tandas Didik. (antara/CNN)

Komentar