Dugaan Pengemplangan PSDH Sinar Mas Grup Diusut Bersama

PEKANBARU, MORALRIAU.COM – DPRD Riau menyesalkan potensi provisi sumber daya hutan (PSDH) Sinar Mas Grup tidak digarap serius. Padahal, jika sesuai dengan aturan yang berlaku, uang yang disetorkan bisa mencapai Rp400 miliar lebih. Atau bisa membangun 200 gedung sekolah. Maka dari itu, Sekretaris Komisi III DPRD Riau Suhardiman Amby berjanji akan menyeriusi masalah itu hingga tuntas.

Penegasan itu disampaikan Suhardiman kepada Riau Pos bersama perwakilan Komisi IV DPRD Riau Asri Auzar, Rabu (27/2). Pria bergelar Datuk Panglimo Dalam itu menyebut kasus dugaan pengemplangan PSDH oleh Sinar Mas Grup sangat serius.

“Ini merupakan potensi pendapatan untuk daerah. Uangnya itu bisa digunakan buat macam-macam. Bisa bangun sekolah atau bahkan rumah sakit di kabupaten/kota,” sebutnya.

Maka dari itu, dalam waktu dekat DPRD berencana membuat sebuah tim kecil gabungan antara Komisi III dengan Komisi IV yang membidangi masalah hutan. Tim tersebut nantinya akan membedah secara rinci di mana letak dugaan pengemplangan PSDH oleh Sinar Mas Grup. Kemudian mencari solusi agar aturan yang telah dibuat pemerintah bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Mengkutip Riaupos, Asri Auzar mengatakan persoalan itu akan mulai dibahas usai masa reses. Karena saat ini seluruh anggota DPRD Riau tengah disibukan dengan masa reses.

“Kami mengapresiasi Komisi III yang telah serius dengan masalah ini. Namun itu perlu lebih didalami. Karena ini kasus besar. Bila dugaan pengemplangan PSDH ini benar, bahkan bisa berujung pidana,” sebut Asri.

Dalam kesempatan itu, Asri juga menyampaikan DPRD telah memiliki sejumlah langkah. Dimulai dari tim gabungan Komisi III dan IV hingga membawa masalah tersebut langsung ke tingkat paripurna. Bahkan tidak tertutup kemungkinan DPRD kembali membuat pansus untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi yang dikeluarkan pansus monitoring 2017. Selain itu, pihaknya juga berencana membawa masalah itu ke Komisi III DPR RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Kami juga akan bawa masalah ini ke pusat,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau Indra Putrayana saat dikonfirmasi Riau Pos mengaku tidak mengetahui persis permasalahan PSDH Sinar Mas Grup. Kata dia, Bapenda sendiri hanya menerima setoran berdasarkan perhitungan Dinas Kehutanan. Sehingga dirinya tidak bisa memastikan di mana letak dugaan pengemplangan PSDG oleh Sinar Mas Grup. “Kami hanya menerima, perhitungannya dari Dinas Kehutanan. Coba konfirmasi ke sana,” sebut dia.

Saat ditanyakan mengenai hearing bersama 19 perusahaan anak Sinar Mas Grup, Indra mengaku tidak tahu persis. Karena pada saat itu yang menghadiri hearing bawahannya. Diketahui sebelumnya, DPRD Riau menyoroti dugaan pengemplangan pembayaran PSDH Sinar Mas Grup. Tak tanggung-tanggung. Ada Rp400 miliar lebih dugaan pundi-pundi yang diduga menguap begitu saja.

Sementara, Humas Sinar Mas Grup Iwan saat dikonfirmasi Riau Pos menyebut sejak 2017 sudah ada sistem online yang dibuat pemerintah. Melalui sistem tersebut seluruh kayu yang akan diangkut dihitung, diukur dan langsung dibayarkan. Jika tidak dibayar melalui sistem online maka pengangkutan tidak bisa berjalan.”Jadi dia sudah punya sistem. Tinggal kita input, kita lakukan setoran baru bisa sistem itu berjalan. Pertanyaan kami ini kan sudah terintegrasi tidak ada pembayaran secara manual tapi melalui program itu dilakukan LHP baru bisa bergerak,” terangnya.

Sistem tersebut dikatakan dia tidak hanya berlaku bagi pihaknya saja. Melainkan seluruh unit hutan tanaman industri (HTI) secara nasional. Dengan pengawasan dari KemenLHK serta Dinas Kehutanan Provinsi. Untuk besaran PSDH sebesar Rp8.400/ton dirinya mengakui. Namun jumlah tersebut sudah ada pembagian. Baik untuk pusat serta daerah penghasil.

“Tahun lalu itu Rp5.400. Sekarang ada kenaikan di situ. Apakah itu berdampak penerimaan besar itu begitu gambarannya,” paparnya.

Saat ditanya apakah dirinya membantah bahwa grup perusahaanya mengemplang pembayaran PSDH, Iwan mengatakan pihaknya sudah menjelaskan kepada DPRD pada saat pelaksanaan hearing. Baik yang dilaksanakan baru-baru ini maupun saat pansus monitoring beberapa tahun lalu. Seharusnya, di dalam hearing tersebut polemik di atas sudah tidak ada masalah karena sudah dijelaskan.

“Sudah ada hearing, kami sudah sampaikan. Itu menjadi pembicaraan di dalam hearing. Kan seharusnya ter-clear-kan di dalam hearing. Ini kan ada dua kali hearing. Yang lalu juga ada. Yang baru merupakan tindak lanjut monitoring. Kalau lalu sebelum itu memang ada bahasanya seperti itu (pengemplangan pajak, red). Di monitoring mestinya itu clear,” ujarnya.(*)

Komentar