Dugaan Korupsi Pipa Transmisi PDAM di Inhil, Kejati Riau Kembali Teliti Berkas Muhammad

PEKANBARU, MORALRIAU.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) kembali menerima berkas perkara dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir dengan tersangka Muhammad. Berkas kembali diteliti oleh jaksa peneliti untuk mengetahui kelengkapan formil dan materil berkas.

Penelitian berkas Wakil Bupati Bengkalis non aktif ini merupakan yang kedua dilakukan jaksa peneliti di Bagian Pidana Khusus Kejati Riau. Pada penelitian pertama, berkas masih ada kekurangan dan dikembalikan ke penyidik Ditreskrimsus Polda Riau pada pertengahan Agustus 2020.

Pelimpahan berkas kedua dilakukan penyidik ke Kejati Riau pada 31 Agustus 2020. “Berkas tersangka M itu, sama kami (Kejati), penyidik melimpahkan kembali,” ujar Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, seperti dilansir dari cakaplah.com, Selasa (15/9/2020).

Berkas itu sedang diteliti kembali, apakah sudah menyertakan petunjuk yang diberikan jaksa peneliti kepada penyidik. “Masih dipastikan apakah sudah ada kelengkapan formil dan materil,” kata Muspidauan.

Kelengkapan berkas akan menentukan kelanjutan perkara dugaan korupsi Rp3,4 miliar itu. Jika semua unsur formil dan materil sudah terpenuhi, kejaksaan akan menyatakan berkas perkara lengkap atau P21.

“Jika nanti dinyatakan P-21 maka selanjutnya dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti ke JPU. Namun, bila berkas masih ada kekurangan, akan dikembalikan lagi ke penyidik disertai petunjuk jaksa,” jelas Muspidauan.

Di kasus dugaan korupsi pipa transmisi, Muhammad merupakan tersangka keempat. Tersangka lain adalah Edi Mufti BE selaku PPK, Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas. Ketiganya sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

Muhammad ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejati Riau tertanggal 3 Februari 2020 lalu. Ia tiga kali dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka tetapi mangkir dan kabur.

Polda Riau menetapkan Muhammad sebagai DPO pada tanggal 2 Maret 2020. Pelarian Muhammad berakhir lima bulan kemudian. Muhammad ditahan di tahanan Mapolda Riau sejak Jumat (7/8/2020).

Selama berstatus buronan, Muhammad sempat menetap di Pekanbaru dan pindah ke Jakarta. Selama berada di Jakarta, keberadaannya terendus dan memutuskan melarikan diri ke Bandung, Jawa Barat, hingga ke Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Ia menginap dari satu hotel ke hotel lainnya.

Ada dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek itu bersumber dari APBD Provinsi Riau TA 2013 itu. Di antaranya, pipa yang terpasang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan dalam kontrak. Lalu, tidak membuat shop drawing dan membuat laporan hasil pekerjaan.

Kemudian, tidak dibuat program mutu, tidak melaksanakan desinfeksi (pembersihan pipa), tidak melaksanakan pengetesan pipa setiap 200 meter. Selanjutnya, pekerjaan lebar dan dalam galian tidak sesuai kontrak, serta penyimpangan pemasangan pipa yang melewati dasar sungai.

Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan Muhammad adalah menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kwitansi, surat pernyataan kelengkapan dana yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah, serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.

Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap.

Dia juga menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian sebesar Rp.2.639.090.623. (*)

Komentar