Dasar Hukum Kemenkominfo Blokir Internet

JAKARTA, MORALRIAU.COM – Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyebut dasar hukum pemblokiran akses jaringan internet merujuk pada Peraturan Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Permen Kemenkominfo) Nomor 19 Tahun 2014 soal konten negatif. Berdasarkan aturan itu, pemblokiran internet merupakan bentuk baru dari penyaringan konten negatif.

Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan bentuk baru dari penyaringan konten itu berkembang setelah Kemenkominfo ‘berguru’ dengan India yang sempat melakukan blokade internet tahun 2012.

“Jadi Indonesia sebetulnya sudah punya sensorship [penyaringan konten] dalam bentuk Permen Kominfo Nomor 19 tahun 2014 yaitu tentang konten negatif, ini bentuk barunya [pemblokiran internet]. Dari mana bentuk baru ini bisa berkembang? Karena Indonesia belajar dari India,” ujarnya kepada awak media di kantor LBH Jakarta, seperti dimuat CNNIndonesia Selasa (3/9).

Jika menilik Peraturan Menteri Kemenkominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, padal pasal 2 huruf b tertulis penyaringan konten negatif bertujuan untuk “melindungi kepentingan umum dari konten internet yang berpotensi memberikan dampak negatif atau merugikan.”

Selain itu, SAFEnet menilai pemerintah seharusnya membuat aturan dalam bentuk undang-undang soal mekanisme pemblokiran internet.

Sebab, Undang-undang ITE Pasal 40 tidak bisa dijadikan dasar untuk melakukan tindakan pemblokiran internet sementara yang saat ini masih berlangsung.

“Pertama ini harus diatur dalam undang-undang, ternyata tidak ada undang-undang yang mengatur tentang itu, yang ada adalah pasal 40 [UU ITE] yang lemah tidak bisa dijadikan dasar [pemblokiran internet],” tutur Damar.

Sebelum pemblokiran akses jaringan internet di Papua dan Papua Barat, Kemenkominfo juga sempat melakukan pembatasan akses ke sejumlah platform media sosial saat KPU mengesahkan hasil Pilpres 2019, 21 Mei silam.

Pembatasan akses pada 21-22 Mei tidak hanya berlaku untuk media sosial, termasuk pula pada platform pesan instan WhatsApp. Saat itu pengguna WhatsApp tidak bisa mengirim pesan gambar dan video pada periode tersebut.

Pemerintah India pun terlebih dahulu melakukan tindakan pemblokiran terhadap ratusan web dan konten di media sosial tahun 2012 silam. Hal ini menyusul insiden bentrokan etnis di negara bagian Assam, di timur laut India.

Oleh sebab itu, ribuan masyarakat Assam sempat melarikan diri ke sejumlah wilayah di India karena menerima pesan teks berisi peringatan bahwa akan ada serangan balasan. (*)

Komentar